Berbicara mengenai
e-government bukan berarti hanya menerapkan sistem pemerintahan secara
elektronik saja atau dengan kata lain omatisasi sistem, melainkan mempunyai
pengertian yang lebih mendalam daripada itu.
Pertama-tama yang harus dilihat
adalah bagaimana sistem pemerintahan berjalan sebelum penerapan e-government,
karena untuk menjalankan e-government diperlukan suatu sistem informasi yang
baik, teratur dan sinergi dari masing-masing lembaga pemerintahan, sehingga
dari kesemuanya itu bisa didapatkan suatu
sistem informasi yang terjalin dengan
baik. Karena dengan sistem informasi yang demikian akan memudahkan pemerintah
dalam menjalankan fungisnya ke masyarakat. Sedangkan untuk mewujudkan sistem
informasi yang baik, teratur dan sinergi antara lembaga pemerintahan, maka
sistem informasi dari masing-masing lembaga pemerintahan harus memenuhi suatu
standar sistem informasi, dimana standar ini meliputi persyaratan minimal untuk
faktor-faktor dari sistem informasi tersebut. Dalam pengertian sistem informasi
secara umum, maka unsur-unsur yang terkandung didalamnya adalah manusia,
teknologi, prosedur dan organisasi. Untuk memenuhi konsep sistem informasi yang
baik maka dari masing-masing unsur tersebut harus memiliki standar yang harus
dipatuhi dan dijalankan, sehingga sistem informasi dari satu lembaga pemerintah
ke lembaga pemerintah lainnya dapat terhubung, dan informasi yang dihasilkan
dari sistem informasi tersebut bisa dipergunakan untuk keperluan pemerintah dalam
menjalankan fungsinya baik kedalam maupun keluar.
Kemudian dalam konteks e-government,
maka kita akan berbicara mengenai sistem informasi yang berbasiskan komputer,
karena untuk mewujudkan e-government tidak ada jalan lain bahwa yang harus
dilakukan pertama-tama adalah mengotomatisasi semua unsur yang terdapat dalam
sistem informasi dan untuk memperlancar otomatisasi tersebut maka
dipergunakanlah teknologi ICT yang dapat mendukung yaitu komputer. Sistem
informasi yang berbasiskan komputer menggunakan komponen-komponen berikut ini
seperti data, prosedur, manusia, software dan hardware. Tetapi sebelum
menjalankan sistem informasi yang berbasiskan komputer, sebelumnya yang harus
dibenahi adalah sistem informasi yang bukan berbasiskan komputer, karena otomatisasi
tidak akan mempunyai pengaruh yang signifikan apabila sistem informasi yang
bukan berbasiskan komputernya belum bagus. Dengan demikian tidaklah heran
apabila negara yang dapat menjalankan e-government hanyalah negara-negara maju
(dalam konteks e-government seutuhnya, bukan semata-mata situs informasi dari
pemerintah). Karena untuk membereskan sistem informasi dalam satu lembaga
pemerintah saja sudah sangat sulit apalagi harus tercapainya sinergi dari
sistem informai dari lembaga-lembaga pemerintahan, karena hal ini berkaitan
erat dengan faktor budaya, politik dan ekonomi suatu negara.
Pada tahun 2001, Presiden Indonesia
mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2001 tentang Pengembangan dan
Pendayagunaan Telematika di Indonesia. Pada intinya, Inpres tersebut
mencanangkan suatu Kerangka Teknologi Informasi Nasional/KTIN (national
information technology framework). Hal ini didasarkan pada perkembangan
teknologi informasi di dunia yang demikian pesatnya, sehingga Indonesia
ditakutkan akan ketinggalan dari negara-negara lain dalam persaingan global
dalam perdagangan bebas.
Permasalahan yang ada dalam bidang
teknologi informasi di Indonesia, seperti yang dinyatakan oleh Bambang Bintoro
Soedjito, Deputi Bidang Produksi, Perdagangan dan Prasarana BAPPENAS, dalam
makalahnya yang berjudul "Kerangka Kerja dan Strategi Pengembangan
Teknologi Informasi Nasional (N-IT Framework), yaitu:
* Efisiensi dan produktivitas dalam
pembelanjaan TI
* Kurang jelasnya tujuan investasi
TI
* Kurangnya koordinasi proyek TI,
sehingga sistem yang tumpang tindih dan tingkat integrasi yang rendah
* Hambatan dalam pengelolaan
administrasi TI
* Munculnya digital divide antara
negara maju dan berkembang serta antar daerah di Indonesia.
Untuk menjawab permasalahan itu,
maka dibutuhkan suatu panduan nasional untuk pengembangan dan penerapan TI yang
dituangkan ke dalam kerangka kerja dan strategi pengembangan TI nasional. Hal
inilah yang akan menjadi landasan untuk:
* Meningkatkan daya saing dalam
menjawab tantangan persaingan global
* Mendukung terbentuknya masyarakat
informasi global
* Memperkecil digital divide dengan
negara maju dan antar daerah di Indonesia
Visi dari Kerangka Teknologi
Informasi Nasional (KTIN), adalah untuk mewujudkan Masyarakat Telematika
Nusantara berbasis pengetahuan di tahun 2020, dengan berlandaskan faktor-faktor
seperti di bawah ini:
* Prasarana, yang terdiri dari
prasarana TI dan telekomunikasi (information and communication technology/ICT),
sumber daya manusia dan industri TI.
* Hukum, yang akan ditegaskan dalam
perangkat hukum Telematika.
* Organisasi, yaitu Badan Koordinasi
TI Nasional.
* Keuangan, dengan menjalankan
mekanisme pendanaan dengan paradigma baru.
Dengan landasan seperti yang telah
disebutkan diatas maka akan dibangunlah pilar-pilar yang akan menunjang
terwujudnya tujuan dari KTIN ini. Pilar-pilar penunjang itu terdiri dari :
* E-business untuk mendukung usaha
kecil dan menengah (UKM)
* TI untuk pendidikan
* E-government for good governance
* masyarakat berbasis TI (IT based
society)
* E-democracy
Dengan melihat KTIN tersebut, maka
dapat dikatakan bahwa konsep e-government di Indonesia ternyata telah dikenal
sejak lama dan sekarang konsep ini tidak lagi menjadi sebuah wacana saja,
melainkan juga sudah mulai diterapkan dan dilaksanakan di beberapa daerah di
Indonesia. Pemerintah daerah rupanya sudah mulai berani untuk membuat keputusan
sendiri dengan mendasarkan diri pada ketentuan mengenai otonomi daerah, dan hal
ini diwujudkan salah satunya dengan menerapkan konsep e-government yang mulai
marak dibicarakan tidak hanya di kalangan pemerintah baik pusat maupun daerah,
melainkan juga di kalangan masyarakat umum.
Ada dua sisi pendapat yang muncul
dari wacana ini, satu sisi berpendapat bahwa konsep e-government ini sangat
menguntungkan, karena akan mempermudah proses-proses layanan pemerintah ke
masyarakat. Selain itu akan memenuhi tuntutan masyarakat akan kebutuhan
informasi mengenai kegiatan kepemerintahan. Tetapi di sisi lain, ada pendapat
yang menyatakan keraguannya terhadap penerapan konsep e-government ini. Hal ini
didasarkan pada anggapan, bahwa pemerintah hanya mengganggap konsep
e-government hanyalah semata-mata otomatisasi sistem, sehingga tidak mengubah
cara kerja pemerintah/birokrasi. Oleh karena itu, esensi dari tujuan penerapan
konsep e-government tidak akan tercapai, sehingga akan sia-sia saja investasi
yang nantinya ditanamkan untuk menerapkan e-government di Indonesia.
Tujuan dari penerapan e-government
yang disarikan dari pemahaman negara-negara asing yang sudah menerapkan konsep
ini, adalah mencapai efisiensi, efektifitas dan nilai ekonomis dari praktek
layanan pemerintah ke masyarakat. Tetapi tujuan ini sebenarnya memiliki
pengertian lebih, dimana yang diharapkan dari penerapan konsep e-government
adalah restrukturisasi sistem pemerintahan yang sudah ada agar hasil yang
dicapai dengan menerapkan e-government bisa maksimal. Hal ini berarti ada
masalah sistem kerja, personil, dan budaya kerja yang harus diperhatikan
sebelum menerapan e-government.
Ada beberapa contoh dari penerapan
konsep e-government di Indonesia, yaitu Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, pada
tahun 2001 menggelar koneksi online antar 26 kecamatan, sehingga semua
aktivitas UPT (Unit Pelayanan Terpadu) dapat berjalan online. Dana yang
dikeluarkan untuk menjalankan program ini senilai Rp 1,23 miliar. Kemudian
contoh-contoh lainnya adalah di Kabupaten Tarakan, Kalimantan Timur, salah satu
kabupaten di Sulawesi dan Riau yang sudah menyediakan informasi pemerintah
daerah secara online.
Apabila dilihat dari contoh-contoh
yang telah disampaikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa praktek
e-government yang dilakukan oleh pemerintah daerah tersebut adalah yang
berbentuk pelayanan pemerintah ke masyarakat dalam hal penyampaian informasi
atau lebih jauh lagi pembuatan KTP online. Hal ini membuktikan bahwa hanya
sedikit pemerintah daerah yang sudah mulai mengerti bahwa teknologi informasi
dapat dipergunakan untuk mempermudah pekerjaan mereka dan bahkan melakukan
hubungan dengan masyarakatnya. Walaupun hanya sebatas dalam bentuk pemberian
informasi secara sepihak yaitu dari pemerintah ke masyarakat.
Namun ada satu masalah yang timbul
disini, yaitu mengenai pemahaman dari pihak pemerintah daerah mengenai esensi
dan tujuan dari penerapan e-government ini. Karena jangan sampai hanya masalah
ketakutan akan ketinggalan dari negara lain dalam masalah teknologi, dan
ditambah dengan kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing propinsi akibat
dari otonomi daerah akan membuat masing-masing daerah berlomba untuk menerapkan
e-government di wilayahnya. Padahal, esensi dan
tujuan
dari e-government tidak tercapai, Hal ini, tentu akan mengakibatkan penerapan
e-government menjadi sia-sia.
Seperti yang telah disinggung
sebelumnya bahwa esensi dari e-government sebenarnya adalah masalah
restrukturisasi dari sistem pemerintahan yang sudah ada. Sebuah pertanyaan pun
muncul, mengapa harus kita direstrukturisasi? Untuk menjawab hal ini, kita
harus melihat bagaimana bekerjanya sistem pemerintah terlebih dahulu. Sistem
pemerintah adalah suatu sistem yang menjalankan praktek pemerintah dalam
menjalankan fungsi-fungsinya. Apabila sistem pemerintah yang dapat dikatakan
sebagai pengatur dari suatu negara berjalan dengan buruk, maka ketika konsep
e-government ini diimplementasikan, keuntungan yang bisa didapat hanyalah
keuntungan dari pengunaan teknologi informasi tersebut yang lebih bersifat
teknis.
Sebagai contoh masalah korupsi dalam
pembuatan KTP. Bila dalam suatu sistem pelayanan pemerintah ke masyarakat,
seperti pembuatan KTP, dimana acap kali pada alur prosesnya terdapat banyak
pungutan sebagai pelancar dalam pembuatan kartu identitas tersebut. Kemudian,
ketika diimplementasikan konsep e-government ke dalam proses tersebut, tetapi
dengan sistem yang tidak diubah, maka keuntungan yang bisa didapat dari sini
hanyalah kecepatan pembuatan kartu identitas saja, tetapi tidak menghilangkan
masalah pungutan yang ada.
Masalah yang lain adalah masalah
kearsipan, dimana agar penerapan konsep e-government dapat efektif dan efisien
serta ekonomis. Maka, hal pertama yang harus direstrukturisasi adalah masalah
pendokumentasian. Karena untuk masalah pembuatan kartu identitas misalnya, maka
diperlukan suatu data base sentral mengenai data-data atau identitas dari
setiap warga negara dari negara tersebut. Hal ini, tentu dapat mencegah warga
negara yang memiliki kartu identitas lebih dari satu.
Satu hal lagi yang harus
diperhatikan dalam penerapan e-goverment adalah masalah keamanan. Keamanan
disini terkait dengan masalah sistem dan orang-orang yang ada di dalam sistem
tersebut. Karena apabila pelayanan yang diberikan pemerintah terganggu oleh
misalnya hacker atau cracker, maka akan membahayakan. Sebagai contoh adalah
dalam layanan kartu identitas on-line, dimana yang menjadi fokus disini adalah
identitas dari setiap warga negara suatu negara. Apabila ada pihak yang
meng-hacker dengan menyebarkan virus yang dapat menghancurkan data base yang
berisi identitas semua warga negara, maka akibat yang diderita akan sangat
merugikan. Ini hanya sebuah contoh mengenai hal apa yang mungkin terjadi
apabila masalah keamanan tidak diperhatikan dalam penerapan e-government.
Masalah lain adalah mengenai masalah
koneksi sistem informasi antar lembaga pemerintah atau antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah, atau sesama pemerintah daerah itu sendiri. Karena
untuk dapat mencapai tujuan e-government dan mendapatkan keuntungan darinya,
maka koneksi antar lembaga pemerintah harus baik, sehingga ada kesesuaian dan
keharmonisan dari setiap lembaga pemerintah yang menjalankan tugasnya
masing-masing.
Disinilah letak pentingnya
pengaturan dari pusat, karena biar bagaimanapun pemerintah pusat tetap memegang
kewenangan, seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah atau yang sering disebut sebagai Otonomi Daerah. Memang
dalam pasal 7 Undang-undang yang sama disebutkan bahwa daerah mempunyai kewenangan
dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali dalam bidang politik luar negeri,
pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan
bidang lain. Kewenangan yang dimiliki oleh daerah meliputi kebijakan tentang
perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana
perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian
negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber
daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi
nasional. Dari pasal ini sudah jelas ada pembatasan bagi daerah dalam
menjalankan wewenangnya, dalam hal penerapan e-government jelas termasuk ke
dalam kewenangan pemerintah daerah, asalkan tidak mengganggu pertahanan dan keamanan
negara serta masalah fiskal juga moneter.
Pengaturan dari pusat ini bisa
berupa standar minimal dalam hal penerapan e-government di daerah-daerah dan
hal-hal apa yang harus diperhatikan dalam menerapkan e-government. Hal ini
penting agar stabilitas negara tetap terjaga dan tidak timbul perpecahan antar
daerah akibat persaingan dalam menerapkan e-government. Tetapi tentu saja
pengaturan itu tidak dapat terwujud sebelum pemerintah mengerti apa esensi dan
tujuan dari e-government itu sendiri. Pemahaman ini, tentu tidak serta merta
diterapkan ke dalam praktek pemerintahan Indonesia, karena butuh penyesuaian
terlebih dahulu dan pertimbangan mengenai hal-hal apa yang harus
direstrukturisasi agar penerapan e-government tidak menjadi sia-sia dan hanya
membuang-buang dana negara saja.
Sumber:
1 komentar:
Top 10 casino sites for gambling in 2021 - Dr.MCD
Top 10 casino sites for gambling in 2021 · 1. 서귀포 출장마사지 Red Dog 김해 출장마사지 Casino · 2. 논산 출장마사지 Bet365 · 3. 888 Casino · 오산 출장마사지 4. 888casino · 5. 군포 출장안마 888Casino.
Posting Komentar