Bab 6 PELAPISAN SOSIAL DAN KESAMAAN DERAJAT

1. Pelapisan Sosial
A. Pengertian
               Masyarakat merupakan suatu kesatuan yang didasarkan ikatan-ikatan yang sudah teratur dan boleh dikatakan stabil. Masyarakat tidak dapat dibayangkan tanpa individu, seperti juga individu tidak dapat dibayangkan tanpa adanya masyarakat. Betapa individu dan masyarakat adalah komplementer dapat kita lihat dari kenyataan, bahwa:
a. manusia dipengaruhi oleh masyarakat demi pembentukan pribadinya
b. individu mempenngaruhi masyarakat dan bahkan bisa menyebabkan (berdasarkan pengaruhnya) perubahan besar masyarakat.
            Istilah Stratifikasi atau Stratification berasal dari kata STRATA atau STRATUM yang berarti

3 Makanan Khas Batak

 
Ketiga makanan ini sering di konsumsi oleh masyarakat batak, namun kebanyakan adalah yg tinggal di Huta.
Disamping sebagai bumbu makanan, Dalam setiap pesta/acara adat batak, ketiga makanan ini tidak bisa dilepaskan perannya...
asom< jeruk nipis >,, mangga<silalahi, tongging, parapat>,, kembangloyang

Eceng Gondok Danau Toba

Ombur-ombur atau bahasa indonesia nya eceng gondok
salah satu tumbuhan yg mengotori danautoba (jika terlalu banyak).

Juga bisa jadi tumbuhan penyelamat danau toba, karena tumbuhan ini tempat berlindung ikan dan bisa juga dijadikan souvenir.

Hasil anyaman eceng gondok berupa topi, tas, juga accessories

Manirat - Sirat



Sirat bisa berbentuk motif-motif atau tulisan (kata-kata). Namun bisa juga berbentuk isian manik-manik yang ditata sedemikian rupa membentuk motif.
Ulos memang pekerjaan perempuan. Namun membuat sirat (manirat) bisa dikerjakan oleh laki-laki selain perempuan. Dan di jaman dulu banyak laki-laki yang mengerjakan sirat. Tapi kini jarang laki-laki membuat sirat lagi, kebanyakan wanita yang mengerjakannya.

Menurut mereka desa Nainggolan dulunya hebat, memiliki tradisi ulos yang kuat. Yaitu tradisi biru dari Samosir; sibolang, surisuri dan bolean. Kain-kain terbaik dari Nainggolan dipasarkan di Balige. Apa lagi, orang-orang Nainggolan pandai manirat.




Taken From Notes:
- Menyusuri Ulos Batak, Berkelana dengan Sandra Niessen (Mja Nashir)
- Dr. Sandra Niessen "Legacy in Cloth"

Sangkamadeha Pohon Kehidupan Orang Batak



"Sangkamadeha" diartikan sebagai pengekspresian hidup dan kehidupan manusia dalam dunia nyata dengan segala kebanggaan dirinya.

Budayawan dari kabupaten Toba Samosir, Monang Naipospos, menuturkan, "sangkamadeha" merupakan penggambaran pohon kehidupan pemberian sang pencipta (Mulajadi Nabolon) kepada manusia.

Sejak muda hingga tua, pohon ini tumbuh tegak lurus dan tajuknya "sundung" (menuju) langit.

Hidup di dunia dalam pertengahan usia adalah perkembangan sangat subur dan optimal, berkaya-nyata untuk dirinya dan orang lain.

"Hasangapon, hagabeon dan hamoraon, adalah gambaran kesuburan yang dinikmati atas karunia sang khalik, "ujar Monang.

Biji berkecambah, tumbuh tunas, kemudian mekar. Dahan mengembang ke samping dan ke segenap penjuru angin, bagaikan tangan-tangan membentang (mandehai). Tumbuh makin matang (matoras) dan semakin kuat (pangko).

Dalam bahasa Batak, Monang menyebutnya,"torasna jadi pangkona", diartikan sebagai kedewasaan yang dibarengi kebiasaan-kebiasaan hidup yang menjadi tabiat. Dalam kiasan (umpasa) Batak disebut "torasna jadi pangkona, somalna jadi bangkona".

Menjelang ujur, tajuk semakin tinggi dan tetap menuju ke atas. Di masa tua, upaya pencapaian "sundung di langit" semakin terarah. Dari sana awalnya datang, di sana juga berakhirnya. Inilah akhir hidup manusia. Semua menuju ke penciptanya.

Perjalanan kehidupan manusia diakhiri, dan "sundung" ke alam penciptaan. Semua yang diperoleh di alam nyata, dunia fana, akan ditinggalkan.

Menurut Monang, kebanggaan terpuji adalah tabiat yang baik dan benar, sesuai hukum dan adat istiadat. disebut sebagai "hasangapon".

Cabang dan ranting yang banyak akan mempengaruhi kerimbunan dedaunan. Akar yang kokoh dan kerimbunan daun (hatoropon) sebagai gambarannya. Banyaknya populasi, disebut "hagabeon".

"Buah adalah biji disertai zat bermanfaat untuk pertumbuhan dan stimulant kepada mahluk hidup untuk menyebarkannya. Ada buah, ada pemanfaat dan ada pertumbuhan. Inilah yang disebut "hamoraon, "ujarnya.

"Parjuragatan", mengartikan tempat bergelantungan ke sumber penghidupan. Sumber penghidupan ada beragam, seperti apa yang diberikan secara langsung (material) dan tidak langsung (non-material).

Pemimpin adalah "parjuragatan", di mana ditemukan keadilan dan pencerahan.

Dia adalah "urat" (akar) hukum dan keadilan. Orang kaya (namora) adalah "parjuragatan". Karena akar, memberi kehidupan material, penyambung hidup,

Kekayaan dengan `banyaknya buah`, bila tidak ada manfaat bagi orang lain, tidak akan ada yang berperan `menaburnya`.

Dia akan seperti ilalang yang menebar biji oleh tiupan angin karena tidak ada memberi manfaat dari buahnya bagi mahluk lain.

Kekurangan harta disebut "napogos" (miskin). Bila hartanya hanya cukup untuk bekal satu tahun disebut "parsaetaon" (pra sejahtera).

Bila sudah bisa menabung untuk cadangan pengembangan disebut "naduma" (sejahtera). Bila harta sudah menumpuk disebut `paradongan".

"Namora" adalah sebutan kehormatan untuk yang aktif menolong sesama dengan harta bendanya sendiri. Jabatan ini, juga disandang dalam "harajaon" yang diartikan sebagai bendahara.

Kepada Raja dan "namora" disebut akar dari hukum dan kehidupan.

"Raja urat ni uhum, namora urat ni hosa", jelas Monang.

Bila ada orang yang memiliki banyak harta, tapi tega membiarkan manusia di sekitarnya kelaparan, dia tidak dapat disebut "namora", tapi "paradongan" atau "pararta.

Jika seseorang bermohon kepada Yang maha Kuasa "hamoraon", jabarannya adalah harta benda, berikut hati yang iklas untuk mau dan mampu melakukan pertolongan kepada sesama manusia.

Monang menyebutkan, ada yang membedakan "hau sangkamadeha" dengan hau parjuragatan dan hau sundung di langit.

Menurut penjelasan beberapa orang tua dan pandai mengukir (gorga), bahwa penggambarannya adalah satu, tapi penjelasannya beragam.

Banyak yang memitoskan sebutan itu seperti pohon yang tumbuh di alam penciptaan, sehingga banyak yang tidak memahami pemaknaan beberapa perkataan itu dalam satu penggambaran.

Pada rumah "gorga" lama, gambaran "hau sangkamadeha" ini selalu dilukiskan dalam dinding samping agak di depan. Dalam penggambarannya kadang ada yang menyertakan gambar burung dan ular membelit.

Kayu yang berbuah selalu dihinggapi burung pemakan buah. Ular pun datang ke pohon itu, untuk memangsa burung (marjuragat). Semua mahluk berhak hidup, seperti manusia diberi hidup, menjadi bagian dari ekosistem.

Namun, dari semua mahluk yang "marjuragat" dalam pohon hidup, hanya manusia yang memahami "sundung di langit".

Ada pemahaman lain yang dijelaskan, bahwa dalam menjalani hidup harus cermat dan teliti karena banyak musuh yang mengintip.

Sejak pemahaman barat masuk ke batak, dan mereka mengetahui penjelasan dari pohon (hau sangkamadeha), ada anjuran untuk tidak membuat lukisan itu lagi dalam rumah adat Batak.

Pemahaman itu dianggap sesat. Sehingga, kemudian banyak rumah adat batak dibangun tidak menggambarkannya lagi. Tapi, diganti dengan gambar orang barat yang membawa hal baru, yang cenderung menyesatkan budaya batak.

Pemerhati budaya, Baginda Sahat Napitupulu, tinggal di Malaysia, menilai, orang Batak zaman dulu, cukup genius. Sebab, mereka mampu menggambarkan serta merumuskan tentang pohon kehidupan.

"Banyak filosopi yang dapat dimaknai dari sangkamadeha yang mengambarkan posisi kita sebagai orang batak. Apakah terkategori `napogos`, `parsaetaon`, `naduma`, `paradongan` dan `namora/harajaon`, "ujarnya.

Tapi, kata dia lagi, jika sudah jadi "namora", jangan lupa membantu orang di sekeliling. Sanak saudara yang masih butuh bantuan. Kalau bisa, bantuannya jangan hanya dalam bentuk uang/materi. Melainkan, kemudahan pendidikan dan pengembangan keahlian.

Martua Sidauruk, praktisi hukum dari Jakarta, menyampaikan idenya, untuk melakukan invetarisasi tentang nilai "habatahon" di bidang hukum.

Alasannya, dia contohkan dalam "hukum kontrak". Hukum adat Batak, jauh lebih maju dan bersifat universal dari hukum nasional.

Antara lain, disebutkannya, semua praktisi hukum umumnya mengetahui, hukum kontrak bersifat universal. Di dalamnya, terkandung satu prinsip, janji lebih kuat daya ikatnya dari undang-undang.

Tapi, kata dia lagi, daya mengikatnya hanya berlaku bagi mereka yang membuat perjanjian saja. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Dilanjutkannya, dalam hukum adat batak, ada sebuah umpasa "Togu urat ni bulu, toguan urat ni padang. Togu na nidok ni uhum, toguan na ni dok ni padan".

Artinya, kata Martua, ikrar (padan) bagi orang batak, tidak hanya berlaku bagi mereka yang membuat padan itu saja, tapi secara turun temurun.

Makanya, sebut Martua, kita sering mendengar dan menemukan, adanya pantangan atau tabu tertentu, serta ikatan tertentu bagi satu marga dengan marga lain. Juga, sesama satu rumpun marga tertentu untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

Bahkan, lanjutnya "pinompar" (keturunan) dari orang yang membuat padan tersebut, hingga hari ini masih menghormati dan tidak berani melanggar padan itu. Alasannya, antara lain, takut akibat pelanggaran yang dilakukan.

Dalam hal ini, keistimewaan padan atau janji dari orang Batak bukan hanya bersifat legalistik, tetapi juga bersifat magis.

Bicara tentang budaya Batak dulu dan sekarang, cenderung diklaim sebagai kekeliruan (haliluon).

Sejatinya, kebebasan berpikir tanpa terikat satu doktrin, akan menguraikan nilai budaya Batak secara total, semampunya berdasarkan pemahaman yang utuh tanpa dilatari kepentingan golongan tertentu.


(Sumber: http://oase.kompas.com/read/2010/10/06/01545923/Sangkamadeha.Pohon.Kehidupan.Orang.Batak-3 )

BAB 4 PEMUDA DAN SOSIALISASI

1. Internalisasi Belajar dan Spesialisasi

    Masa remaja adalah masa transisi dan secara psikologis sangat problematis, masa ini memungkinkan mereka berada dalam anomi (keadaan tanpa norma atau hukum, Red) akibat kontradiksi norma maupun orientasi mendua. Dalam keadaan demikian, seringkali muncul perilaku menyimpang atau kecenderungan melakukan pelanggaran, dan memungkinkan mereka menjadi sasaran pengaruh media massa.

    Menurut Dr. Male, Orientasi Mendua adalah orientasi yang bertumpu pada harapan orang tua, masyarakat dan bangsa yang sering bertentangan dengan keterikatan serta loyalitas terhadap peer ( teman sebaya). Kondisi bimbang yang dialami para remaja menyebabkan mereka melahap semua isi informasi tanpa seleksi.

    Keadaan bimbang akibat orientasi mendua, dapat menyebabkan remaja nekad melakukan tindak bunuh diri. Enoch Markum melihat adanya perbedaan berarti, antara remaja dulu dan sekarang. Ini disembarking munculnya fungsi-fungsi baru dalam masyarakat yang dulu tidak ada. “Banyaknya pilihan juga menyebabkan kian kompleksnya masalah.
    Ia hanya menawarkan dua alternatif pemecahan masalah. Pertama mengaktifkan kembali fungsi keluarga, dan kembali pada pendidikan agama karena hanya agama yang bisa memberikan pegangan yang mantap. Kedua, menegakkan hukum akan berpengaruh besar bagi remaja dalam berproses pengukuhan identitas dirinya.
    Menurut Zulkarimen Nasution, masa remaja yang merupakan periode peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, ditandai beberapa ciri. Pertama, keinginan memenuhi dan menyatakan identitas diri. Kedua, kemampuan melepas diri dari ketergantungan orang tua. Ketiga, kebutuhan memperoleh akseptabilitas di tengah sesama remaja.
    Ciri-ciri ini menyebabkan kecenderungan remaja melahap begitu saja arus informasi yang serasi dengan selera dan keinginan mereka. Sebagai jalan keluar, perlu membekali remaja dengan keterampilan berinformasi yang mencakup kemampuan menemukan, memilih, menggunakan dan mengevaluasi informasi yang dilakukan melalui sekolah. Dan dapat juga melakukan intervensi ke dalam lingkungan informasi mereka secara interpersonal, bimbingan orang tua dalam mengkonsumsi media massa. Sedang para komunikator massa seharusnya tetap memegang teguh tuntunan kode etik dan tanggung jawab sosial yang diembannya.
    Masalah Kepemudaan dapat distingue dari 2 asumsi:
1. Penghayatan mengenai proses perkembangan bukan sebagai suatu kontinum yang sambung menyambung tetapi fragmentaris, terpecah-pecah, dan setiap fragmen mempunyai artinya sendiri-sendiri. Pemuda dibedakan dari anak dan orang tua dan masing-masing fragmen itu mewakili nilai sendiri.
2. Posisi pemuda dalam arah kehidupan itu sendiri. Tafsiran-tafsiran klasik didasarkan pada anggapan bahwa kehidupan mempunyai pola yang banyak sedikitnya. Sudah tentu dan dietitian oleh mutu pemikiran yang diwakili oleh generasi tua yang bersembunyi di balik tradisi. Dinamika pemuda tidak dilihat sebagian dari dinamika atau lebih tepat sebagian dari dinamika wawasan kehidupan.
   
    Didalam proses identifikasi dengan kelompok sosial serta norma-normanya itu tidak senantiasa seorang mengidentifikasi dengan kelompok tempat ia sedang menjadi anggota secara resmi. Kelompok semacam ini disebut membership-group, kelompok dimana ia menjadi anggota. Tetapi dalam mengidentifikasi dirinya dengan suatu kelompok, mungkin pula seseorang melakukannya terhadap sebuah kelompok tempat ia pada waktu itu tidak lagi merupakan anggota atau terhadap kelompok yang ia ingin menjadi anggotanya. Dalam hal terakhir ini ia mengidentifikasi dirinya dengan sebuah kelompok diluar membership-group-nya kelompok tempat identification dirinya disebut juga reference- group.
    Jadi, reference-group merupakan kelompok yang norma-normanya, sikap-sikapnya, dan tujuannya sangat ia setujui, dan ia ingin ikut serta dalam arti bahwa ia senang kepada kerangka norma, sikap, dan tujuan yang dimiliki kelompok tersebut.

2. Pemuda dan Identitas
    Pemuda adalah suatu generasi yang dipundaknya terbebani bermacam-macam harapan, terutama dari generasi lainnya. Hal ini dapat dimengerti karena karena pemuda diharapkan sebagai generasi penerus, generasi yang akan melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya, generasi yang harus mengisi dan melangsungkan estafet pembangunan secara terus menerus.
 A. Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda
    Pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda disusun berlandaskan:
1) Landasan Idiil     : Pancasila
2) Landasan Konstitusional    : UUD 1945
3) Landasan Strategis    : GBHN
4) Landasan Historis    : Sumpah Pemuda Tahun 1928 dan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
5) Landasan Normatif    : Etika, tata nilai, dan tradisi luhur yang hidup dalam masyarakat.
    Dalam hal ini Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda menyangkut 2 pengertian pokok, yaitu:
1) Generasi muda sebagai subjek pembinaan dan pengembangan adalah mereka yang telah gemlike bekal-bekal dan kemampuan serta landasan untuk dapat mandiri dan keterlibatannya secara fungsional bersama potensi lainnya, guna menyelesaikan masalah-masalah yang deadpan bangsa dalam rangka kehidupan berbangsa dan Bernegara serta pembangunan nasional.
2) Generasi muda sebagai obyek pembinaan dan pengembangan ialah mereka yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan ke arah pertumbuhan potensi dan kemampuan-kemampuannya ke tingkat yang optimal danbelum dapat bersikap mandiri yang melibatkan secara fungsional.
B. Masalah dan Potensi Generasi Muda
1) Permasalahan Generasi Muda:
- Menurunnya jiwa idealisme, patriotisme dan nasionalisme.
- kekurangpastian yang dialami oleh generasi muda terhadap masa depannya.
- Belum seimbangnya antara jumlah generasi muda dengan fasilitas pendidikan yang tersedia.
- Kurangnya lapangan kerja.
- Kurangnya gizi yang dapat menyebabkan hambatan bagi perkembangan kecerdasan dan pertumbuhan badan.
- Masih banyaknya pertaining di bawah umur.
- Pergaulan bebas yang membahayakan sendi-sendi perkawinan dan kehidupan keluarga.
- Meningkatnya kenakalan remaja termasuk penyalahgunaan narkotika.
- Belum adanya peraturan perundangan yang menyangkut generasi muda.
2) Potensi-potensi Generasi Muda
- Idealisme dan daya kritis.
- Dinamika dan kreativitas.
- Keberanian mengambil resiko.
- Optimis dan kegairahan semangat.
- Sikap kemandirian dan disiplin murni.
- Terdidik
- Keanekaragaman dalam persatuan dan kesatuan.
- Patriotisme dan nasionalisme
- Sikap ksatria
- Kemampuan penguasaan ilmu dan teknologi.
    Sosialisasi adalah proses yang membantu individu melalui belajar dan penyesuaian diri, bagaimana bertindak dan berpikir agar ia dapat berperan dan berfungsi, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Proses sosialisasi sebenarnya berawal dari dalam keluarga.
    Tujuan pokok Sosialisasi:
1) Individu harus diberi ilmu pengtahuan (keterampilan) yang dibutuhkan bagi kehidupan kelak di masyarakat.
2) Individu harus mampu berkomunikasi secara efektif dan mengembangkan kemampuannya.
3) Pengendalian fungsi-fungsi organik yang dipelajari melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat.
4) Bertingkah laku selaras dengan norma atau tata nilai dan kepercayaan pokok yang ada pada lembaga atau kelompok khususnya dan masyarakat umumnya.
3. Perguruan dan Pendidikan
    Pembinaan sedini mungkin diocesan kepada angkatan muda pada tingkat SLTP/SLTA, dengan cara penyelenggaraan lomba karya ilmiah tingkat nasional oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Minat generasi muda untuk manicotti lomba karya ilmiah dari berbagai cabang disiplin ilmu itu ternyata lebih banyak dari perkiraan semula. Setiap tahu peserta lomba karya ilmiah remaja itu semakin bertambah jumlahnya. Yang sangat menggembirakan, dalam usia yang belia itu mereka telah mampu menghasilkan karya-karya ilmiah yang cukup membuat kagum para cendikiawan tua.
    Pembinaan dan pengembangan potensi angkatan muda pada tingkat perguruan tinggi, lebih banyak diarahkan dalam program-program studi dalam berbagai ragam pendidikan formal. Mereka dibina digembleng di laboratorium-laboratorium dan pada kesempatan-kesempatan praktek lapangan.
    Suatu bangsa akan berhasil dalam pembangunannya secara ‘self propelling’ dan tumbuh menjadi bangsa yang maju apabila telah berhasil memenuhi minimum jumlah dan mutu (termasuk relevansi dengan pembangunan) dalam Pendelikon penduduknya. Modernisasi Jepang agaknya merupakan contoh protipe dalam humbugging ini.
    Rendahnya produktivitas rata-rata penduduk, banyaknya jumlah pencari kerja, “Under utilized population”, kurangnya semangat kewiraswastaan, merupakan hal-hal yang memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh.