Di era global ini berbagai hal positif yang bisa dimanfaatkan oleh setiap bangsa terutama bidang teknologi, kemajuan teknologi juga menyimpan kerawanan yang tentu saja sangat membahayakan.
Salah satu contoh terbesar saat ini adalah kejahatan maya atau biasa disebut “cybercrime” (tindak pidana mayantara ), merupakan bentuk fenomena baru dalam tindak kejahatan sebagai dampak langsung dari perkembangan teknologi informasi. Beberapa sebutan diberikan pada jenis
kejahatan baru ini di dalam berbagai tulisan, antara lain: sebagai “ kejahatan dunia maya” (cyberspace/ virtual-space offence), dimensi baru dari “hi-tech crime”, dimensi baru dari “transnational crime”, dan dimensi baru dari “white collar crime”. White collar crime menurut Jo Ann Miller, umumnya dibagi ke dalam 4 (empat) jenis, yaitu: kejahatan korporasi, kejahatan birokrat, malpraktek, dan kejahatan individu. Sementara itu, cybercrime memiliki ciri khas tersendiri yaitu para pelaku umunya orang muda yang menguasai teknologi informasi dan dilakukan secara ekstra hati-hati dan sangat menyakinkan serta membutuhkan keahlian tambahan atau pertolongan orang lain.
Menurut Sutanto, secara garis besar cybercrime terdiri dari dua jenis, yaitu:
1. Kejahatan yang menggunakan teknologi informasi (TI) sebagai fasilitas.
Contoh-contoh dari aktivitas cybercrime jenis pertama ini adalah pembajakan (copyright atau hak cipta intelektual, dan lain-lain); pornografi; pemalsuan dan pencurian kartu kredit (carding); penipuan lewat e-mail; penipuan dan pembobolan rekening bank; perjudian on line; terorisme; situs sesat; materi-materi internet yang berkaitan dengan SARA (seperti penyebaran kebencian etnik dan ras atau agama); transaksi dan penyebaran obat terlarang; transaksi seks; dan lain-lain.
2. Kejahatan yang menjadikan sistem dan fasilitas teknologi informasi (TI) sebagai sasaran.
Cybercrime jenis ini bukan memanfaatkan komputer dan internet sebagai media atau sarana tindak pidana, melainkan menjadikannya sebagai sasaran. Contoh dari jenis-jenis tindak kejahatannya antara lain pengaksesan ke suatau sistem secara illegal (hacking), perusakan situs internet dan server data (cracking), serta defacting.
Menurut Freddy Haris, Cybercrime merupakan suatu tindak pidana dengan karateristikkarateristik sebagai berikut:
1. Unauthorized access (dengan maksud untuk memfasilitasi kejahatan)
2. Unauthorized alteration or destruction of data,
3. Mengganggu/merusak operasi komputer,
4. Mencegah/menghambat akses pada komputer.
Sedangkan kualifikasi kejahatan dunia maya (cybercrime), sebagaimana dikutip Barda Nawawi Arief, adalah kualifikasi Cybercrime menurut Convention on Cybercrime 2001 di Budapest Hongaria, yaitu:
1. Illegal access: yaitu sengaja memasuki atau mengakses sistem komputer tanpa hak.
2. Illegal interception: yaitu sengaja dan tanpa hak mendengar atau menangkap secara diam-diam pengiriman dan pemancaran data komputer yang tidak bersifat publik ke, dari atau di dalam sistem komputer dengan menggunakan alat bantu teknis.
3. Data interference: yaitu sengaja dan tanpa hak melakukan perusakan, penghapusan, perubahan atau penghapusan data komputer.
4. System interference: yaitu sengaja melakukan gangguan atau rintangan serius tanpa hak terhadap berfungsinya sistem komputer.
5. Misuse of Devices: penyalahgunaan perlengkapan komputer, termasuk program komputer, password komputer, kode masuk (access code)
6. Computer related Forgery: Pemalsuan (dengan sengaja dan tanpa hak memasukkan mengubah, menghapus data autentik menjadi tidak autentik dengan maksud digunakan sebagai data autentik)
7. Computer related Fraud: Penipuan (dengan sengaja dan tanpa hak menyebabkan hilangnya barang/kekayaan orang lain dengan cara memasukkan, mengubah, menghapus data komputer atau dengan mengganggu berfungsinya komputer/system komputer, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi bagi dirinya sendiri atau orang lain).
8. Content-Related Offences
Delik-delik yang berhubungan dengan pornografi anak (child pornography)
9. Offences related to infringements of copyright and related rights
Delik-delik yang terkait dengan pelanggaran hak cipta
Beberapa bentuk kejahatan yang berhubungan erat dengan penggunaan teknologi informasi yang berbasis utama komputer dan jaringan teknologi informasi, dalam beberapa literatur dan praktiknya menurut Mas Wigantoro dikelompokkan dalam beberapa bentuk antara lain:
1. Unauthorized Access to Computer System and Service
Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu system jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya.
2. Illegal Contents
Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke Internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum.
3. Data Forgery
Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet.
4. CyberEspionage
Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan computer (computer network system) pihak sasaran.
5. CyberSabotage and Extortion
Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet.
6. Offence Against Intellectual Property
Kejahatan ini ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki pihak lain di Internet. Sebagai contoh adalah peniruan tampilan pada web page suatu situs milik orang lain secara ilegal, penyiaran suatu informasi di Internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain dan sebagainya.
7. Infringements of Privacy
Kejahatan ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupkan hal yang sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan seseorang pada formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized, yang apabila diketahui oleh orang lain akan dapat merugikan korban secara materil maupun immateril, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi dan sebagainya.
Selain kejahatan di atas sebetulnya masih banyak jenis-jenis kejahatan yang masuk dalam kategori cybercrime seperti yang diungkapkan oleh Didik M.Arief dan Alistaris Gultom, jenis-jenis cybercrime diantaranya:
1. Cyber-terorism
National Police Agency of Japan (NPA) mendefinisikan CyberTerrorism sebagai electronic attack through computer networks againts critical infrastructure that have potential critical effects on social and economic activities of the nation.
2. Cyber-Pornography: penyebarluasan obscene materials termasuk pornography, indecent exposure, dan child pornography.
3. Cyber-harassment: pelecehan seksual melalui e-mail,website, atau chat programs.
4. Cyber-stalking: crimes of stalking melalui penggunaan komputer dan iternet
5. Hacking: penggunaan programming abilities dengan maksud yang bertentangan dengan hukum.
6. Carding (”credit-card fraud”) melibatkan berbagai macam aktifitas yang melibatkan kartu kredit. Carding muncul ketika seseorang yang bukan pemilik kartu kredit menggunakan kartu kredit tersebut secara melawan hokum Berdasarkan beberapa tindak pidana yang berkaitan dengan teknologi informasi di atas.
Menurut RM Roy Suryo kasus-kasus cybercrime yang banyak terjadi di Indonesia setidaknya ada tiga jenis berdasarkan modusnya, yaitu :
1. Pencurian Nomor Kredit.
Penyalahgunaan kartu kredit milik orang lain di internet merupakan kasus cybercrime terbesar yang berkaitan dengan dunia bisnis internet di Indonesia. Penyalahgunaan kartu kredit milik orang lain memang tidak rumit dan bisa dilakukan secara fisik atau on-line . Nama dan kartu kredit orang lain yang diperoleh di berbagai tempat (restaurant, hotel, atau segala tempat yang melakukan transaksi pembayaran dengan kartu kredit) dimasukkan di aplikasi pembelian barang di internet.
2. Memasuki, Memodifikasi, atau merusak Homepage (Hacking)
Tindakan hacker Indonesia belum separah aksi di luar negeri. Perilaku hacker Indonesia baru sebatas masuk ke suatu situs komputer orang lain yang ternyata rentan penyusupan dan memberitahukan kepada pemiliknya untuk berhati-hati. Di luar negeri hacker sudah memasuki sistem perbankan dan merusak data base bank.
3. Penyerangan situs atau e-mail melalui virus atau spamming.
Modus yang paling sering terjadi adalah mengirim virus melalui e-mail. Menurut RM Roy M. Suryo, di luar negeri kejahatan seperti ini sudah diberi hukuman yang cukup berat. Berbeda dengan di Indonesia yang sulit diatasi karena peraturan yang ada belum menjangkaunya.
Dengan memperhatikan jenis-jenis kejahatan sebagaimana dikemukakan di atas dapat
digambarkan bahwa cybercrime memiliki ciri-ciri khusus, yaitu:
1. Non-Violance (tanpa kekerasan);
2. Sedikit melibatkan kontak fisik;
3. Menggunakan peralatan dan teknologi;
4. Memanfaatkan jaringan telematika (telekomunikasi, media dan informatika) global.
Apabila memperhatikan ciri ke-3 dan ke-4 yaitu menggunakan peralatan dan teknologi serta memanfaatkan jaringan telematika global, nampak jelas bahwa cybercrime dapat dilakukan dimana saja, kapan saja serta berdampak kemana saja, seakan-akan tanpa batas (borderless).
Keadaan ini mengakibatkan pelaku kejahatan, korban, tempat terjadinya perbuatan pidana (locus delicti) serta akibat yang ditimbulkannya dapat terjadi pada beberapa negara. Oleh karena itu dalam memberantas kejahatan dalam dunia maya ini diperlukan penanganan yang serius serta melibatkan kerjasama internasional baik yang bersifat regional maupun multilateral.
Penyalahgunaan computer (Misuse of Devices)
Kebijakan kriminalisasi dalam UU ITE perlu diperhatikan hal-hal yang intinya sebagai berikut :
a. Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila; sehubungan dengan ini (penggunaan) hukum pidana bertujuan untuk menanggulangi kejahatan dan mengadakan pengugeran terhadap tindakan penanggulangan itu sendiri, demi kesejahteraan dan pengayoman masyarakat.
b. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi dengan hukum pidana harus merupakan ”perbuatan yang tidak dikehendaki” yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian (materil dan spirituil) atas warga masyarakat.
c. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip biaya dan hasil (cost dan benefit principle)
d. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kapasitas atau kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum yaitu jaringan sampai ada kelampauan beban tugas (overblasting).
Berdasarkan hal di atas lokakarya yang diorganisir oleh UNAFEI selama kongres PBB X/2000 berlangsung telah memberikan pedoman dalam melakukan kriminalisasi terhadap kejahatan yang berhubungan dengan jaringan komputer,yaitu:
e. Computer Related Crime (CRC) harus dikriminalisasikan;
f. Diperlukan hukum acara yang tepat untuk melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap penjahat cyber (cyber criminals);
g. Harus ada kerja sama antara pemerintah dan industri terhadap tujuan umum pencegahan dan penanggulangan kejahatan komputer agar internet menjadi tempat yang aman;
h. Diperlukan kerja sama internasional untuk menelusuri/mencari penjahat di internet;
i. PBB harus mengambil langkah/tindak lanjut yang berhubungan dengan bantuan kerja sama teknis dalam penanggulangan CRC.
Kebijakan kriminalisasi bukan sekedar kebijakan menetapkan/ merumuskan/ memformulasikan perbuatan apa yang dapat dipidana (termasuk sanksi pidananya), melainkan juga mencakup masalah bagaimana kebijakan formulasi/legislasi itu disusun dalam satu kesatuan sistem hukum pidana (kebijakan legislatif) yang harmonis dan terpadu. Untuk menyusun kebijakan kriminalisasi yang harmonis maka dibutuhkan harmonisasi materi/substansi tindak pidana baik yang bersifat eksternal (internasional/global), tetapi juga kajian harmonisasi internal/nasional.
0 komentar:
Posting Komentar