Masa remaja adalah masa transisi dan secara psikologis sangat problematis, masa ini memungkinkan mereka berada dalam anomi (keadaan tanpa norma atau hukum, Red) akibat kontradiksi norma maupun orientasi mendua. Dalam keadaan demikian, seringkali muncul perilaku menyimpang atau kecenderungan melakukan pelanggaran, dan memungkinkan mereka menjadi sasaran pengaruh media massa.
Menurut Dr. Male, Orientasi Mendua adalah orientasi yang bertumpu pada harapan orang tua, masyarakat dan bangsa yang sering bertentangan dengan keterikatan serta loyalitas terhadap peer ( teman sebaya). Kondisi bimbang yang dialami para remaja menyebabkan mereka melahap semua isi informasi tanpa seleksi.
Keadaan bimbang akibat orientasi mendua, dapat menyebabkan remaja nekad melakukan tindak bunuh diri. Enoch Markum melihat adanya perbedaan berarti, antara remaja dulu dan sekarang. Ini disembarking munculnya fungsi-fungsi baru dalam masyarakat yang dulu tidak ada. “Banyaknya pilihan juga menyebabkan kian kompleksnya masalah.
Ia hanya menawarkan dua alternatif pemecahan masalah. Pertama mengaktifkan kembali fungsi keluarga, dan kembali pada pendidikan agama karena hanya agama yang bisa memberikan pegangan yang mantap. Kedua, menegakkan hukum akan berpengaruh besar bagi remaja dalam berproses pengukuhan identitas dirinya.
Menurut Zulkarimen Nasution, masa remaja yang merupakan periode peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, ditandai beberapa ciri. Pertama, keinginan memenuhi dan menyatakan identitas diri. Kedua, kemampuan melepas diri dari ketergantungan orang tua. Ketiga, kebutuhan memperoleh akseptabilitas di tengah sesama remaja.
Ciri-ciri ini menyebabkan kecenderungan remaja melahap begitu saja arus informasi yang serasi dengan selera dan keinginan mereka. Sebagai jalan keluar, perlu membekali remaja dengan keterampilan berinformasi yang mencakup kemampuan menemukan, memilih, menggunakan dan mengevaluasi informasi yang dilakukan melalui sekolah. Dan dapat juga melakukan intervensi ke dalam lingkungan informasi mereka secara interpersonal, bimbingan orang tua dalam mengkonsumsi media massa. Sedang para komunikator massa seharusnya tetap memegang teguh tuntunan kode etik dan tanggung jawab sosial yang diembannya.
Masalah Kepemudaan dapat distingue dari 2 asumsi:
1. Penghayatan mengenai proses perkembangan bukan sebagai suatu kontinum yang sambung menyambung tetapi fragmentaris, terpecah-pecah, dan setiap fragmen mempunyai artinya sendiri-sendiri. Pemuda dibedakan dari anak dan orang tua dan masing-masing fragmen itu mewakili nilai sendiri.
2. Posisi pemuda dalam arah kehidupan itu sendiri. Tafsiran-tafsiran klasik didasarkan pada anggapan bahwa kehidupan mempunyai pola yang banyak sedikitnya. Sudah tentu dan dietitian oleh mutu pemikiran yang diwakili oleh generasi tua yang bersembunyi di balik tradisi. Dinamika pemuda tidak dilihat sebagian dari dinamika atau lebih tepat sebagian dari dinamika wawasan kehidupan.
Didalam proses identifikasi dengan kelompok sosial serta norma-normanya itu tidak senantiasa seorang mengidentifikasi dengan kelompok tempat ia sedang menjadi anggota secara resmi. Kelompok semacam ini disebut membership-group, kelompok dimana ia menjadi anggota. Tetapi dalam mengidentifikasi dirinya dengan suatu kelompok, mungkin pula seseorang melakukannya terhadap sebuah kelompok tempat ia pada waktu itu tidak lagi merupakan anggota atau terhadap kelompok yang ia ingin menjadi anggotanya. Dalam hal terakhir ini ia mengidentifikasi dirinya dengan sebuah kelompok diluar membership-group-nya kelompok tempat identification dirinya disebut juga reference- group.
Jadi, reference-group merupakan kelompok yang norma-normanya, sikap-sikapnya, dan tujuannya sangat ia setujui, dan ia ingin ikut serta dalam arti bahwa ia senang kepada kerangka norma, sikap, dan tujuan yang dimiliki kelompok tersebut.
2. Pemuda dan Identitas
Pemuda adalah suatu generasi yang dipundaknya terbebani bermacam-macam harapan, terutama dari generasi lainnya. Hal ini dapat dimengerti karena karena pemuda diharapkan sebagai generasi penerus, generasi yang akan melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya, generasi yang harus mengisi dan melangsungkan estafet pembangunan secara terus menerus.
A. Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda
Pola dasar pembinaan dan pengembangan generasi muda disusun berlandaskan:
1) Landasan Idiil : Pancasila
2) Landasan Konstitusional : UUD 1945
3) Landasan Strategis : GBHN
4) Landasan Historis : Sumpah Pemuda Tahun 1928 dan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
5) Landasan Normatif : Etika, tata nilai, dan tradisi luhur yang hidup dalam masyarakat.
Dalam hal ini Pembinaan dan Pengembangan Generasi Muda menyangkut 2 pengertian pokok, yaitu:
1) Generasi muda sebagai subjek pembinaan dan pengembangan adalah mereka yang telah gemlike bekal-bekal dan kemampuan serta landasan untuk dapat mandiri dan keterlibatannya secara fungsional bersama potensi lainnya, guna menyelesaikan masalah-masalah yang deadpan bangsa dalam rangka kehidupan berbangsa dan Bernegara serta pembangunan nasional.
2) Generasi muda sebagai obyek pembinaan dan pengembangan ialah mereka yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan ke arah pertumbuhan potensi dan kemampuan-kemampuannya ke tingkat yang optimal danbelum dapat bersikap mandiri yang melibatkan secara fungsional.
B. Masalah dan Potensi Generasi Muda
1) Permasalahan Generasi Muda:
- Menurunnya jiwa idealisme, patriotisme dan nasionalisme.
- kekurangpastian yang dialami oleh generasi muda terhadap masa depannya.
- Belum seimbangnya antara jumlah generasi muda dengan fasilitas pendidikan yang tersedia.
- Kurangnya lapangan kerja.
- Kurangnya gizi yang dapat menyebabkan hambatan bagi perkembangan kecerdasan dan pertumbuhan badan.
- Masih banyaknya pertaining di bawah umur.
- Pergaulan bebas yang membahayakan sendi-sendi perkawinan dan kehidupan keluarga.
- Meningkatnya kenakalan remaja termasuk penyalahgunaan narkotika.
- Belum adanya peraturan perundangan yang menyangkut generasi muda.
2) Potensi-potensi Generasi Muda
- Idealisme dan daya kritis.
- Dinamika dan kreativitas.
- Keberanian mengambil resiko.
- Optimis dan kegairahan semangat.
- Sikap kemandirian dan disiplin murni.
- Terdidik
- Keanekaragaman dalam persatuan dan kesatuan.
- Patriotisme dan nasionalisme
- Sikap ksatria
- Kemampuan penguasaan ilmu dan teknologi.
Sosialisasi adalah proses yang membantu individu melalui belajar dan penyesuaian diri, bagaimana bertindak dan berpikir agar ia dapat berperan dan berfungsi, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Proses sosialisasi sebenarnya berawal dari dalam keluarga.
Tujuan pokok Sosialisasi:
1) Individu harus diberi ilmu pengtahuan (keterampilan) yang dibutuhkan bagi kehidupan kelak di masyarakat.
2) Individu harus mampu berkomunikasi secara efektif dan mengembangkan kemampuannya.
3) Pengendalian fungsi-fungsi organik yang dipelajari melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat.
4) Bertingkah laku selaras dengan norma atau tata nilai dan kepercayaan pokok yang ada pada lembaga atau kelompok khususnya dan masyarakat umumnya.
3. Perguruan dan Pendidikan
Pembinaan sedini mungkin diocesan kepada angkatan muda pada tingkat SLTP/SLTA, dengan cara penyelenggaraan lomba karya ilmiah tingkat nasional oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Minat generasi muda untuk manicotti lomba karya ilmiah dari berbagai cabang disiplin ilmu itu ternyata lebih banyak dari perkiraan semula. Setiap tahu peserta lomba karya ilmiah remaja itu semakin bertambah jumlahnya. Yang sangat menggembirakan, dalam usia yang belia itu mereka telah mampu menghasilkan karya-karya ilmiah yang cukup membuat kagum para cendikiawan tua.
Pembinaan dan pengembangan potensi angkatan muda pada tingkat perguruan tinggi, lebih banyak diarahkan dalam program-program studi dalam berbagai ragam pendidikan formal. Mereka dibina digembleng di laboratorium-laboratorium dan pada kesempatan-kesempatan praktek lapangan.
Suatu bangsa akan berhasil dalam pembangunannya secara ‘self propelling’ dan tumbuh menjadi bangsa yang maju apabila telah berhasil memenuhi minimum jumlah dan mutu (termasuk relevansi dengan pembangunan) dalam Pendelikon penduduknya. Modernisasi Jepang agaknya merupakan contoh protipe dalam humbugging ini.
Rendahnya produktivitas rata-rata penduduk, banyaknya jumlah pencari kerja, “Under utilized population”, kurangnya semangat kewiraswastaan, merupakan hal-hal yang memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh.
0 komentar:
Posting Komentar